Aku jatuh, aku babak belur, aku sekarat tanpamu...
Kau
kini datang saat semuanya berubah. Apa yang membuatmu menjadi gila? Aku? Atau
temanmu yang semuanya BUSUK itu? Atau apa?
Ini
sebuah kisah Senja dan Bintang....
...
Untuk
kali pertama aku melihat wajahnya. Wajah yang aku muak dikemudian hari begitu
menarik saat itu. Dia, Bintang. Orang yang membuatku sangat bahagia.
Saat
itu Bintang mengunjungi rumah temanku yang juga temannya. Entah untuk keperluan
apalah itu, singkat cerita kita bertemu. Tatapan hangat dengan muka yang hampir
tanpa ekspresi itu, mampu membiusku seketika. Bintang, adalah pria dengan
segala kerendahan hatinya yang mampu membuatku ikhlas jika harus terbujur kaku.
Dia pria yang bisa membuat hatiku bergetar kembali, setelah beberapa kejadian
tragis yang dialami hatiku.
Semakin
hari aku dan bintang semakin akrab, perbincangan yang tidak penting dibicarakan
terasa harus dibicarakan saat itu. Entah sihir apa yang dimainkannya. Aku
menganggap sosok ini berbeda. Sosok ini wajib kumiliki. Dengan perkenalan kami
yang singkat, akhirnya aku dan Bintang merajut kasih.
Hari-hari
kami sangatlah indah. Berbagai masalah kecil menghampiri kami, tapi kami bagai
karang yang diterpa ombak, kami tak goyah sedikitpun. Kami punya banyak mimpi
dikemudian hari. Mimpi sepasang anak muda yang lugu dan terbuai oleh cinta.
Mimpi yang kurang realistis,menurutku saat ini. Mimpi yang saat ini fiktif
diwujudkan, tapi kami berani bermimpi
saat itu. Kami punya rencana untuk beberapa tahun kedepan. Cih, menjijikan
bukan?
Kejadian
apapun kami lalui berdua. Bahkan kami mungkin agak melupakan kehidupan kami
masing-masing. Bintang memiliki tempat tersendiri dihatiku, mungkin begitupun
dengan aku dihatinya.
Masalah
yang lebih besarpun datang kepada kami, terseok-seok kami menghadapinya.
Pincang kami saat itu, Bintang hampir menyerah, tapi kuyakinkan dengan sedikit
tenagaku yang tersisa. Bintang sudah hampir bangkit, Bintang telah mampu
berdiri. Namun disaat aku mengajaknya kembali berjalan ke depan. Justru Bintang
lelah, dia benar-benar lelah. Tak bisa ia lawan dirinya sendiri. Dia memutuskan
untuk menaiki mobil yang lewat pada saat itu, untuk berbalik arah. Kembali ke
titik awal kita berjalan, bahkan mungkin menjauhi titik tersebut. Meninggalkan
aku yang telah terluka parah, membuangku yang sedang butuh diobati. Tak
perlulah aku diobati, hanya dengan ikut jalan bersamaku menggenggam tanganku
saja itu suatu kekuatan untukku. Namun Bintang tak bisa seperti itu, Bintang
menyerah saat aku sangat ingin berjuang. Bintang kurang paham artinya saling
menyayangi. Dan aku akan terus berjalan ke arah matahari tenggelam. Aku terus
berjalan, terseok-seok bahkan sesekali beristirahat untuk menengok ke belakang.
Berharap Bintang kembali mengejarku dan melambaikan tangannya untukku. Dengan
luka di sekujur badan, aku terus berjalan. Aku kehausan. Tak sadar pada saat
perjalanan sebelumnya dengan Bintang aku banyak melewati sungai, air terjun
indah, hamparan laut yang megah, aku bisa saja berhenti sejenak. Tapi aku
terlalu fokus dengan Bintang. Aku terlalu ingin membuat Bintang menikmati
perjalanan kami.
Saat
ini aku kehausan, tubuhku lemas dan aku berada dalam taraf titik paling bawah.
Namun Bintang telah jauh berputar arah, entah ia kemana. Mengambil jalan yang
kita tidak lewati. Sampai akhirnya aku berada di sebuah taman indah nan megah,
yang terdapat banyak kenikmatannya. Sayang, Bintang tidak ikut aku sampai
kesini, ia menyerah pada saat yang salah. Aku sangat ingin menikmati kenikmatan
ini dengannya, namun aku sadar bukan di sini tempatnya Bintang, ia akan kembali
ke langit dan hanya ada jika senja telah tiada.
No comments:
Post a Comment